Monday, January 23, 2012

Asal Usul Yahudi Dinasti Saudi–Wahabi

**Entri ini akan dikemaskini dan disusun semula. - AL FAEDAH (26.1.2015) "Sejarah itu akan terus membongkar Kebenaran Para Pembelo... thumbnail 1 summary
**Entri ini akan dikemaskini dan disusun semula. - AL FAEDAH (26.1.2015)
"Sejarah itu akan terus membongkar Kebenaran Para Pembelot Agama Islam Akhir Zaman. Hujjah-hujjah serta polemik sandiwara politik tidak akan berupaya mengkuburkan sejarah dan kebenaran.. Perihal Konspirasi British dan Zionis terhadap seluruh dunia dan Ummat Islam yang telah diberitakan dalam hadits² mengenai akhir zaman."

Dinasti Saudi – Wahabi : Dari mana Mereka Berasal?

DAN SIAPA SESUNGGUHNYA NENEK-MOYANG MEREKA?

Penelitian dan Pemaparan Mohammad Sakher: Setelah menemukan fakta-fakta di bawah ini, Rejim Saudi memerintahkan untuk membunuhnya. Apakah anggota keluarga Saudi berasal dari Suku Anza bin Wa’il seperti pengakuannya?

 Apakah agama mereka Islam? Apakah mereka asli Bangsa Arab?

The research of Mohammad Sakher led to an order for his death by the Saudi Regime for the following findings: The Saudi family, who, despite claims otherwise, were descended from Jewish merchants from Iraq. Sakhir found that the Jewish Ancestor of the Saudi family was called Mordakhai Bin Ibrihim Bin Moshe but changed his name to Markhan Bin Ibrahim Musa.

King FAISAL AL-SAUD declared to the WASHINGTON POST on Sept. 17, 1969:

“WE, THE SAUDI FAMILY, are cousins of the Jews: we entirely disagree with any Arab or Muslim Authority which shows any antagonism to the Jews; but we must live together with them in peace. Our country (Arabia) is the Fountain head from where the first Jew sprang, and his descendants spread out all over the world.”

In the 1960’s the “Sawt Al Arab” Broadcasting Station in Cairo, Egypt, and the Yemen Broadcasting Station in Sana’a confirmed the Jewish Ancestry of the Saudi Family ” - James Matthew Cantu

Di Najd, pada tahun 851 H serombongan bani Al-Masalikh, keturunan Suku Anza, membentuk sebuah kafilah dipimpin oleh Sahmi bin Hathlul, ditugaskan untuk membeli bahan makanan, biji-bijian gandum dan jagung ke Iraq. Ketika sampai di Bashra, mereka langsung menuju ke sebuah toko pakan yang pemiliknya seorang Yahudi bernama Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe.

Ketika sedang berlangsung tawar-menawar, Yahudi si pemilik toko bertanya kepada mereka: “Berasal dari suku manakah Anda?”. Mereka menjawab: “Kami berasal dari Bani Anza”, salah satu Suku Al-Masalikh”. Mendengar nama suku itu disebut, orang Yahudi itu memeluk mereka dengan mesra sambil mengatakan bahwa dirinya juga berasal dari Suku Al-Masalikh, namun menetap di Bashra, Iraq karena permusuhan keluarga antara ayahnya dengan anggota Suku Anza lainnya.

Setelah Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe mengatakan kepada mereka ceritera yang direkayasa mengenai dirinya, dia kemudian memerintahkan kepada pembantunya untuk menaikkan barang-barang belanjaan kafilah itu ke atas Unta-unta mereka.

Saud & Roosevelt
Sikap Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe yang dinilai baik dan tulus itu membuat kagum rombongan bani Masalikh dan sekaligus menimbulkan kebanggaan mereka karena bertemu saudara sesama suku di Iraq – dimana mereka mendapatkan bahan makanan yang sangat mereka perlukan, mereka percaya kepada setiap kata yang diucapkan Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe, karena dia seorang pedagang kaya komoditi pakan, mereka menyukai Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe (walaupun sebenarnya dia bukan orang Arab dari suku Al-Masalikh, tapi seorang Yahudi yang berpura-pura)

Saat kafilah sudah siap akan kembali ke Najd, pedagang orang Yahudi itu meminta ijin menumpang dengan mereka pergi ke tempat asalnya, Najd. Permintaan pedagang Yahudi itu diterima dengan senang hati oleh rombongan bani Al-Masalikh.

Akhirnya Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe sampai di Najd. Di Najd ia mulai menyebarluaskan propaganda dirinya dibantu beberapa orang dari bani Al-Masalikh yang baru tiba bersama-’sama dia dari Bashra. Propagandanya berhasil, sejumlah orang mendukungnya, tetapi ditentang oleh yang lain dipimpin oleh Shaikh Saleh Salman Abdullah Al-Tamimi, ulama di kota Al-Qasim, yang wilayah dakwahnya meliputi Najd, Yaman dan Hijaz.

Ibn Saud & Gertrude Bell in Basrah 1916
Ia mengusir Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe ( nenek moyang Keluarga Saudi yang saat ini berkuasa ) dari kota Al-Qasim ke kota Al-Ihsa, di sana ia mengganti namanya menjadi Markhan bin Ibrahim Musa . Kemudian dia pindah ke daerah Dir´iya dekat Al-Qatif. Di daerah ini dia mulai menyebarkan ceritera rekayasa kepada penduduk mengenai Perisai Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam yang dirampas sebagai rampasan perang oleh orang musyrik Arab sewaktu Perang Uhud. Perisai itu kemudian dijual oleh orang musyrik Arab kepada Suku Yahudi Bani Qunaiqa dan menyimpannya sebagai koleksi barang berharga. Perlahan tapi pasti, Markhan bin Ibrahim Musa menanamkan pengaruhnya di antara orang-orang Badui melalui ceritera fiktif yang hal ini memberitahu kita bagaimana berpengaruhnya suku-suku Yahudi di Arab dengan menempati kedudukan terhormat.

Dia menjadi orang penting diantara suku Badui dan memutuskan untuk tetap tinggal di kota Dir´iya, dekat Al-Qatif kemudian memutuskan menjadikannya sebagai ibukota di Teluk Persia. Ia bercita-cita menjadikan kota itu sebagai batu loncatan untuk membangun kerajaan Yahudi di Tanah Arab.

Dalam rangka memenuhi ambisisnya, dia mulai mendekati dan mempengaruhi suku Arab Badui padang pasir untuk mendukung posisinya, kemudian menobatkan dirinya sebagai raja mereka.

Pada saat yang genting ini, Suku Ajaman bersama-sama dengan Suku Bani Khalid mencium bahaya Yahudi licik ini dan sangat mengkhawatirkan rencana jahatnya, karena dia telah dapat mengukuhkan identitasnya sebagai orang Arab. Mereka sepakat untuk menghentikannya, kemudian menyerang kota Dar’iya dan berhasil menaklukannya, tetapi sebelum menawan Markhan bin Ibrahim Musa, dia melarikan diri.

Dalam pelariannya, Yahudi nenek moyang Keluarga Saudi (Mordakhai) mencari perlindungan di sebuah perkebunan Al-Malibiid-Ghusaiba dekat Al-Arid, milik orang Arab. Sekarang kota itu bernama Al-Riyadh.

Mordakhai meminta perlindungan politik kepada pemilik perkebunan. Pemiliknya yang ramah itu kemudian segera memberikan tempat perlindungan. Namun belum juga sampai sebulan dia tinggal di perkebunan itu, Mordakhai membunuh pemilik beserta anggota keluarganya, kemudian mengarang ceritera bahwa mereka dibunuh oleh perampok. Dia juga mengaku telah membeli real estate dari pemiliknya sebelum kejadian tragis itu. Maka tinggallah dia disana sebagai pemilik tanah yang baru, kemudian daerah itu diberi nama baru Al-Di’riya, nama yang sama dengan tempat sebelumnya yang ia tinggalkan.

Yahudi nenek moyang Keluarga Saudi (Mordakhai) segera membangun sebuah “Guest House” yang disebutnya “Madaffa” di atas tanah yang direbut dari korbannya. Kemudian berkumpullah disekelilinya kelompok munafik yang mulai menyebarkan propaganda bohong bahwa Mordakhai adalah seorang Seikh Arab terkemuka. Mereka merencanakan membunuh Sheikh Saleh Salman Abdullah Al-Tamimi, musuh bebuyutan Mordakhai dan berhasil membunuhnya di sebuah mesjid di kota Al-Zalafi.

Mordakhai puas telah berhasil membunuh Sheikh Saleh Salman Abdullah Al- Tamimi, kemudian menjadikan Al-Dir’iya sebagai tempat tinggalnya. Di Al-Dir’iya dia berpoligami dan beranak’pinak, anak-anaknya diberi nama asli Arab.

Sejak saat itu keturunan dan kekuasaan mereka tumbuh berkembang di bawah nama Suku Saudi, mereka juga mengikuti jejak Mordakhai dan kegiatannya dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi serta berkonspirasi melawan bangsa Arab. Secara ilegal mereka menguasai daerah pedalaman dan tanah-tanah perkebunan, membunuh setiap orang yang mencoba menghalangi rencana jahat mereka. Untuk mempengaruhi penduduk di wilayah itu, mereka menggunakan segala macam jenis tipu daya untuk mencapai tujuannya: mereka suap orang-orang yang tidak sefaham dengan uang dan perempuan. Mereka suap penulis sejarah untuk menuliskan biografi sejarah keluarganya yang bersih dari kejahatan, dibuatkannya silsilah keluarga bersambung kepada Suku Arab terhormat seperti Rabi’á, Anza dan Al-Masalikh.

Seorang munafik zaman kiwari bernama Mohammad Amin Al-Tamimi – Direktur/Manager Perpustakaan Kontemporer Kerajaan Saudi, menyusun garis keturunan (Family Tree) untuk Keluarga Yahudi ini (Keluarga Saudi), menghubungkan garis keturunan mereka kepada Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam . Sebagai imbalan pekerjaannnya itu, ia menerima imbalan sebesar 35.000 (Tiga Puluh Lima Ribu) Pound Mesir dari Duta Besar Saudi Arabia di Kairo pada tahun 1362 H atau 1943 M. Nama Duta Besar Saudi Arabia itu adalah Ibrahim Al-Fadel.

Seperti disebutkan di atas, Yahudi nenek moyang Keluarga Saudi (Mordakhai), yang berpoligami dengan wanita-wanita Arab melahirkan banyak anak, saat ini pola poligami Mordakhai dilanjutkan oleh keturunannya, dan mereka bertaut kepada warisan perkawinan itu.

Salah seorang anak Mordakhai bernama Al-Maqaran, (Yahudi: Mack-Ren) mempunyai anak bernama Muhammad, dan anak yang lainnya bernama Saud, dari keturunan Saud inilah Dinasti Saudi saat ini.

Keturunan Saud (Keluarga Saud) memulai melakukan kampanye pembunuhan pimpinan terkemuka suku-suku Arab dengan dalih mereka murtad, mengkhianati agama Islam, meninggalkan ajaran-ajaran Al-Quran, dan keluarga Saud membantai mereka atas nama Islam.

Di dalam buku sejarah Keluarga Saudi halaman 98-101, penulis pribadi sejarah keluarga Saudi menyatakan bahwa Dinasti Saudi menganggap semua penduduk Najd menghina tuhan, oleh karena itu darah mereka halal, harta-bendanya dirampas, wanita-wanitanya dijadikan selir, tidak seorang islampun dianggap benar, kecuali pengikut sekte Muhammad bin Abdul Wahhab (yang aslinya juga keturunan Yahudi Turki).

Doktrin Wahhabi memberikan otoritas kepada Keluarga Saudi untuk menghancurkan perkampungan dan penduduknya, termasuk anak-anak dan memperkosa wanitanya, menusuk perut wanita hamil, memotong tangan anak-anak, kemudian membakarnya. Selanjutnya mereka diberikan kewenangan dengan Ajarannya yang Kejam ( Brutal Doctrin ) untuk merampas semua harta kekayaan milik orang yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran agama karena tidak mengikuti ajaran Wahhabi.

Keluarga Yahudi yang jahat dan mengerikan ini melakukan segala jenis kekejaman atas nama sekte agama palsu mereka (sekte Wahhabi) yang sebenarnya diciptakan oleh seorang Yahudi untuk menaburkan benih-benih teror di dalam hati penduduk di kota-kota dan desa-desa. Pada tahun 1163 H, Dinasti Yahudi ini mengganti nama Semenanjung Arabia dengan nama keluarga mereka, menjadi Saudi Arabia, seolah-olah seluruh wilayah itu milik pribadi mereka, dan penduduknya sebagai bujang atau budak mereka, bekerja keras siang dan malam untuk kesenangan tuannya, yaitu Keluarga Saudi.

Mereka dengan sepenuhnya menguasai kekayaan alam negeri itu seperti miliknya pribadi. Bila ada rakyat biasa mengemukakan penentangannya atas kekuasaan sewenang-wenang Dinasti Yahudi ini, dia akan di hukum pancung di lapangan terbuka .

Seorang putri anggota keluarga kerajaan Saudi beserta rombongannya sekali tempo mengunjungi Florida, Amerika Serikat, dia menyewa 90 (sembilan pukuh) Suite rooms di Grand Hotel dengan harga $1 juta semalamnya. Dapatkah kita memberikan komentar terhadap pemborosan yang dilakukan keluarga kerajaan seperti itu, yang pantas adalah: Dihukum pancung di lapangan terbuka.

Kesaksian bahwa nenek moyang Keluarga Saudi adalah Yahudi:

- Pada tahun 1960′an, pemancar radio “Sawt Al-Arab” di Kairo, Mesir, dan pemancar radio di Sana’a, Yaman, membuktikan bahwa nenek moyang Keluarga Saudi adalah Yahudi.
- Raja Faisal Al-Saud tidak bisa menyanggah bahwa keluarganya adalah keluarga Yahudi ketika memberitahukan kepada the WASHINGTON POST pada tanggal 17 September 1969, dengan menyatakan bahwa: “Kami, Keluarga Saudi, adalah keluarga Yahudi: Kami sepenuhnya tidak setuju dengan setiap penguasa Arab atau Islam yang memperlihatkan permusuhannya kepada Yahudi, sebaliknya kita harus tinggal bersama mereka dengan damai. Negeri kami, Saudi Arabia merupakan sumber awal Yahudi dan nenek-moyangnya, dari sana menyebar ke seluruh dunia”. Itulah pernyataan Raja Faisal Al-Saud bin Abdul Aziz.

Hafez Wahbi, Penasihat Hukum Keluarga Kerajaan Saudi menyebutkan di dalam bukunya yang berjudul “Semenanjung Arabia” bahwa Raja Abdul Aziz yang mati tahun 1953 mengatakan: “Pesan Kami (Pesan Saudi) dalam menghadapi oposisi dari Suku-suku Arab, kakekku, Saud Awal, menceriterakan saat menawan sejumlah Shaikh dari Suku Mathir, dan ketika kelompok lain dari suku yang sama datang untuk menengahi dan meminta membebaskan semua tawanannya, Saud Awal memberikan perintah kepada orang-orangnya untuk memenggal kepala semua tawanannya, kemudian mempermalukan dan menurunkan nyali para penengah dengan cara mengundang mereka ke jamuan makan, makanan yang dihidangkan adalah daging manusia yang sudah dimasak, potongan kepala tawanan diletakkannya di atas piring.

Para penengah menjadi terkejut dan menolak untuk makan daging saudara mereka sendiri, karena mereka menolak untuk memakannya, Saud Awal memerintahkan memenggal kepala mereka juga. Itulah kejahatan yang sangat mengerikan yang telah dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya sendiri sebagai raja kepada rakyat yang tidak berdosa, kesalahan mereka karena menentang terhadap kebengisannya dan memerintah dengan sewenang-wenang.

Hafez Wahbi selanjutnya menyatakan bahwa, berkaitan dengan kisah nyata berdarah yang menimpa Shaikh suku Mathir, dan sekelompok suku Mathir yang mengunjunginya dalam rangka meminta pembebasan pimpinan mereka yang menjadi tawanan Raja Abdul Aziz Al-Saud bernama Faisal Al-Darwis. Diceriterakannya kisah itu kepada utusan suku Mathir dengan maksud mencegah agar mereka tidak meminta pembebasan pimpinan mereka, bila tidak, mereka akan diperlakukan sama. Dia bunuh Shaikh Faisal Darwis dan darahnya dipakai untuk berwudlu sebelum dia shalat. (melaksanakan ajaran menyimpang Wahhabi). Kesalahan Faisal Darwis waktu itu karena dia mengkritik Raja Abul Aziz Al-Saud, ketika raja menandatangani dokumen yang disiapkan penguasa Inggris pada tahun 1922 sebagai pernyataan memberikan Palestina kepada Yahudi, tandatangannya dibubuhkan dalam sebuah konferensi di Al-Qir tahun 1922.

Sistem rejim Keluarga Yahudi (Keluarga Saudi) dulu dan sekarang masih tetap sama: Tujuan-tujuannya adalah: merampas kekayaan negara, merampok, memalsukan, melakukan semua jenis kekejaman, ketidakadilan, penghujatan dan penghinaan, yang kesemuanya itu dilaksanakan sesuai dengan ajarannya Sekte Wahhabi yang membolehkan memenggal kepala orang yang menentang ajarannya.

"Berfikir tanpa kotak"

Ar Ra'isul Mutakallim, Tabligh Ki Zabaan (Lidah Tabligh) Hadrat Maulana Umar Palanpuri Rahmatullahu 'alaihi berkata: "Orang yang kuat adalah orang yang sanggup bertahan dalam arus kerosakan. Orang yang lebih kuat adalah orang yang sanggup melawan arus kerosakan. Namun orang yang paling kuat adalah orang yang sanggup merubah arah arus kerosakan hingga menjadi akannya arus kebaikan.”

“Dajjal bersama tenteranya mempunyai kekuatan yang amat istimewa dan amat tersusun. Begitu juga Yakjuj dan Makjuj membuat huru-hara di seluruh dunia. Kehebatan mereka tiada siapa yang dapat melawan dan orang beriman berundur dengan hanya makan zikir dan tasbih."

"Allah zahirkan kudratnya hanya dengan labah-labah yang kecil dijadikan asbab untuk menggigit tengkuk-tengkuk mereka hingga mati. Mayat mereka begitu busuk diseluruh dunia. Orang beriman tidak tahan terus berdoa pada Allah. Allah ta'ala hantarkan hujan dan banjir menghanyutkan mereka ke laut. Inilah yang akan berlaku di akhir zaman nanti."

"Amalan dakwah memisahkan hak dan batil seperti air menghanyutkan sampah dari emas dan logam-logam yang lain. Namun pekerja² agama jika wujud cinta dunia dalam hati mereka seperti emas dan disaluti logam-logam lain, maka banyak masalah yang akan timbul.”