حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْمَهْرِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ شَرَاحِيلَ بْنِ يَزِيدَ الْمُعَافِرِيِّ عَنْ أَبِي عَلْقَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فِيمَا أَعْلَمُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Daawud Al-Mahriy, telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengkhabarkan kepadaku Sa’iid bin Abi Ayyuub, dari Syaraahiil bin Yaziid Al-Mu’aafiriy, dari Abu ‘Alqamah, dari Abu Hurairah –radhiyallaahu ‘anhu-, yang mana aku mengetahuinya dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah akan membangkitkan untuk umat ini di setiap awal 100 tahun, seseorang yang akan memperbaharui agama ini.”
[Sunan Abu Daawud 6/349, Daar Ar-Risaalah Al-‘Aalamiyyah]
Diriwayatkan pula oleh Ibnu ‘Adiy (Al-Kaamil fiy Adh-Dhu’afaa’ 1/205); Al-Haakim (Al-Mustadrak 4/516); Al-Baihaqiy (Ma’rifatus Sunan wal Atsaar no. 109); Ath-Thabaraaniy (Mu’jam Al-Ausath no. 6527); ‘Utsmaan Ad-Daaniy (As-Sunan Al-Waaridah no. 364); Ibnu ‘Asaakir (Tabyiin Kadzib Al-Muftariy no. 34, 35; Taariikh Dimasyq 51/338); Al-Khathiib (Taariikh Baghdaad 2/399); Al-Harawiy (Dzammul Kalaam 2/111), semua dari jalan Ibnu Wahb, dari Sa’iid bin Abu Ayyuub dan seterusnya secara marfuu’.
Disebutkan pula oleh Ibnu Katsiir dalam Thabaqaat Asy-Syaafi’iyyah 1/33 dengan sanadnya dari Al-Khathiib, dan Yuusuf Al-Mizziy dalam Tahdziibul Kamaal 12/413 dan 24/364 dengan sanadnya dari Abu Nu’aim Al-Ashbahaaniy.
Keterangan para perawi Abu Daawud :
1. Sulaimaan bin Daawud bin Hammaad bin Sa’d Al-Mahriy, Abu Ar-Rabii’ Al-Mishriy. Seorang yang tsiqah, termasuk thabaqah ke-11, wafat tahun 253 H. Dipakai Abu Daawud dan An-Nasaa’iy. [Tahdziibul Kamaal no. 2508; Taqriibut Tahdziib no. 2551]
2. ‘Abdullaah bin Wahb bin Muslim Al-Qurasyiy Al-Fihriy, Abu Muhammad Al-Mishriy Al-Faqiih. Al-Haafizh berkata bahwa ia tsiqah haafizh ‘aabid, termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 197 H. Dipakai Kutubus Sittah. [Taqriibut Tahdziib no. 3694]
3. Sa’iid bin Abi Ayyuub Miqlaash Al-Khuzaa’iy, Abu Yahyaa Al-Mishriy. Ahmad dan Abu Haatim berkata “tidak ada yang salah dengannya”, Ibnu Ma’iin dan An-Nasaa’iy mentautsiqnya, Ibnu Sa’d berkata “tsiqah tsabt”, Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat, dan Al-Haafizh berkata “tsiqah tsabt”, termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 161 H atau setelahnya. Dipakai Kutubus Sittah. [Al-Jarh wa At-Ta’diil 4/66; Mausuu’atu Aqwaal Al-Imam Ahmad 2/26; Tahdziibul Kamaal no. 2241; Taqriibut Tahdziib no. 2274]
4. Syaraahiil bin Yaziid Al-Mu’aafiriy Al-Mishriy. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat, Adz-Dzahabiy mentautsiqnya dan Al-Haafizh berkata “shaduuq”, termasuk thabaqah ke-6, wafat tahun 120 H atau setelahnya. Dipakai Al-Bukhaariy dalam Khalqu Af’aalil ‘Ibaad, Muslim dan Abu Daawud. [Al-Kaasyif 1/482; Tahdziibut Tahdziib 4/324; Taqriibut Tahdziib no. 2763]
5. Abu ‘Alqamah Al-Mishriy Al-Qaadhiy, maulaa bani Haasyim atau dikatakan maulaa Ibnu ‘Abbaas, atau sekutu Anshaar. Seorang yang tsiqah, qaadhiy daerah Afrika, Abu Haatim berkata “hadits-haditsnya bersih”, dimasukkan Ibnu Hibbaan ke dalam Ats-Tsiqaat, Al-‘Ijliy berkata “tabi’in tsiqah”, Al-Haafizh berkata “tsiqah”, termasuk thabaqah ke-3. Dipakai Al-Bukhaariy dalam Juz’u Al-Qiraa’ah, Muslim dan 4 kitab Sunan. [Tahdziibul Kamaal no. 7524; Taqriibut Tahdziib no. 8262]
6. Abu Hurairah Ad-Dausiy Al-Yamaaniy radhiyallaahu ‘anhu. Sahabat Nabi yang mulia.
Hadits ini shahih dengan tanpa keraguan (atau hasan jika Syaraahiil dianggap “shaduuq”), muttashil dari awal hingga akhir sanad, dan kami belum mengetahui ada para imam yang ahli dalam masalah ‘ilal yang mencacatkan atau setidaknya membicarakan hadits ini.
Bagaimana dengan perkataan Abu Daawud?
Al-Imam Abu Daawud berkata setelah menyebutkan hadits ini :
رَوَاهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ شُرَيْحٍ الْإِسْكَنْدَرَانِيُّ لَمْ يَجُزْ بِهِ شَرَاحِيلَ
“Diriwayatkan oleh ‘Abdurrahman bin Syuraih Al-Iskandaraaniy, dengan tanpa melampaui Syaraahiil didalamnya.”
‘Abdurrahman bin Syuraih bin ‘Ubaidillaah bin Mahmuud Al-Mu’aafiriy, Abu Syuraih Al-Iskandaraaniy Al-Mishriy. Ahmad, Ishaaq bin Manshuur, Ibnu Ma’iin dan An-Nasaa’iy mentautsiqnya, Ahmad dalam riwayat lain menambahkan, “tidak ada yang salah dengannya”, Abu Haatim berkata “tidak mengapa dengannya”, dan ia berkata lagi “tidaklah aku menduganya bertemu dengan Syaraahiil”, Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat, Ibnu Sa’d berkata “munkarul hadiits” dan ia bersendirian dalam tajriih, Ya’quub bin Sufyaan berkata “ia bagaikan para perawi yang terbaik”, Al-‘Ijliy berkata “orang Mesir yang tsiqah”, Al-Haafizh berkata “tsiqah faadhil, tadh’if dari Ibnu Sa’d tidak melukainya”, termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 167 H. Dipakai Kutubus Sittah. [Tahdziibul Kamaal no. 3845; Tahdziibut Tahdziib 6/193; Taqriibut Tahdziib no. 3892]
Dari perkataan Abu Daawud ini keluarlah beberapa asumsi :
1. Beliau bermaksud mengeluarkan jalur mutaba’ah bagi Ibnu Wahb, karena seperti kita ketahui Ibnu Wahb tafarrud dalam sanadnya, sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Imam Ath-Thabaraaniy dalam Mu’jam-nya :
لا يُرْوَى هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِلا بِهَذَا الإِسْنَادِ، تَفَرَّدَ بِهِ: ابْنُ وَهْبٍ
“Tidaklah diriwayatkan hadits ini dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kecuali dengan sanad ini, Ibnu Wahb tafarrud didalamnya.”
2. Abu Daawud menyebutkan riwayat ‘Abdurrahman ini dengan sighat “rawaahu” yang mengisyaratkan akan kelemahannya. Maka dari sini pun keluar lagi beberapa asumsi :
2.a. Abu Daawud tidak bertemu dengan ‘Abdurrahman bin Syuraih karena Ibnu Syuraih satu thabaqah dengan Sa’iid bin Abu Ayyuub (thabaqah ke-7), maka sanadnya dari sisi Abu Daawud sudah gugur dua orang perawi (mu’dhal).
2.b. Jika memang terputusnya dari sisi ‘Abdurrahman bin Syuraih yang ia meriwayatkan hadits ini dari Syaraahiil bin Yaziid sebagaimana isyarat Al-Imam Abu Daawud, maka ada beberapa kemungkinan sanadnya :
2.b.1. Ibnu Syuraih, dari Syaraahiil, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang berarti riwayat ini munqathi’.
2.b.2. Ibnu Syuraih, dari Syaraahiil, langsung kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang berarti riwayat ini mu’dhal.
Dari sekian asumsi ini, maka mereka yang memang berpegang dengan isyarat Abu Daawud dan lebih menerima ‘Abdurrahman bin Syuraih ketimbang Sa’iid bin Abu Ayyuub, wajib mendatangkan bukti yang jelas dari sanad ‘Abdurrahman bin Syuraih jika memang hadits Mujaddid ini lebih dirajihkan adalah hadits mu’dhal agar jelas terlihat keterputusannya dimana, karena bisa jadi ada asumsi lain yaitu ‘Abdurrahman bin Syuraih meriwayatkan dari Syaraahiil bin Yaziid namun Syaraahiil justru meriwayatkannya dari perawi lain dengan sanad yang muttashil hingga Abu Hurairah secara musnad baik dengan sanad yang shahih ataupun dha’if (dan kami belum menemukan sanad ‘Abdurrahman ini secara jelas kecuali hanya dari isyarat perkataan Abu Daawud).
Terlebih lagi, jika memang seseorang lebih menerima ‘Abdurrahman bin Syuraih, maka akankah sanad Sa’iid bin Abu Ayyuub dibuang begitu saja? Karena seperti telah kami sebutkan diatas, Sa’iid bin Abu Ayyuub tsiqah tsabt, dan ‘Abdurrahman bin Syuraih tsiqah faadhil, maka pembicaraan ini sangat dimungkinkan untuk masuk kepada Ziyaadatu Ats-Tsiqah, dan termasuk ziyaadah maqbuulah karena sanad Sa’iid memberikan faidah ilmu tambahan. Hal ini sebagaimana disinggung oleh Syaikh Al-Albaaniy dalam Ash-Shahiihah 2/148 ketika membahas hadits ini, beliau berkata :
وذلك لأن سعيد بن أبي أيوب ثقة ثبت كما في التقريب، وقد وصله وأسنده، فهي زيادة من ثقة يجب قبولها
“Dan dikarenakan Sa’iid bin Abu Ayyuub tsiqah tsabt sebagaimana dikatakan dalam At-Taqriib (Ibnu Hajar), dan ia telah memaushulkan dan memusnadkan sanadnya, maka ini adalah ziyadah dari orang yang tsiqah, wajib untuk menerimanya.”
Oleh karena itu, kami tetap berpendapat bahwa hadits ini shahih dengan tanpa keraguan hingga memang ditemukan ‘illat yang nyata yang memang merusak keshahihan hadits ini. Dan para ulama huffaazh ramai menshahihkan hadits ini diantaranya adalah :
1. Al-Haakim, sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Munaawiy dalam Faidhul Qadiir (2/182)
2. Ibnu Muflih, Al-Furuu’ 6/392
3. As-Sakhaawiy, Al-Maqaashid Al-Hasanah hal. 238 dan dinukil Az-Zarqaaniy dalam Mukhtashar Al-Maqaashid
4. Ibnu Katsiir, seperti dinukil Al-‘Ajluuniy, Kasyful Khafaa’ 1/282-283
5. As-Suyuuthiy, seperti dinukil oleh penulis ‘Aunul Ma’buud 4/182, beliau berkata, “Para huffaazh sepakat kepada keshahihan haditsnya.”
6. Al-Albaaniy seperti kami telah nukil dalam Ash-Shahiihahnya, kemudian dalam Shahiih Abu Daawud, Shahiih Al-Jaami’ no. 1874, dan Takhriij Al-Misykaah no. 238.
7. Syu’aib Al-Arnaa’uuth dalam tahqiiq, takhriij dan ta’liiqnya terhadap Sunan Abu Daawud.
8. Para ulama Lajnah Ad-Daa’imah (Ibnu Baaz, Ibnu Ghudayyaan, ‘Abdurrazzaaq Al-‘Afiifiy).
9. Masyhuur bin Hasan aalu Salmaan, beliau berkata bahwa periwayatan Sa’iid secara musnad marfuu’ tidaklah mencacatkan hadits, sebagaimana dalam link berikut :
Dan masih banyak lagi yang kami tidak bisa sebutkan satu persatu. Al-Imam Ahmad bin Hanbal menjadikan hadits ini sebagai hujjah ketika beliau menyebutkan para mujaddid di awal-awal permulaan abad Hijriyyah. Al-Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dengan sanadnya hingga Ibnu Zanjawaih, sahabat Ahmad bin Hanbal :
يَرْوِي الْحَدِيثِ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ” إِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى أَهْلِ دِينِهِ فِي رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ بِرَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُبَيِّنُ لَهُمْ أَمْرَ دِينِهِمْ “، وَإِنِّي نَظَرْتُ فِي سَنَةِ مِائَةٍ فَإِذَا رَجُلٌ مِنْ آلِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، وَنَظَرْتُ فِي رَأْسِ الْمِائَةِ الثَّانِيَةِ فَإِذَا هُوَ رَجُلٌ مِنْ آلِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مُحَمَّدُ بْنُ إِدْرِيسَ الشَّافِعِيِّ
Diriwayatkan hadits dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah mengkaruniakan kepada pemeluk agamaNya setiap awal 100 tahun, seorang laki-laki dari ahli baitku yang akan meluruskan diantara mereka perkara agama mereka.” (Ahmad berkata), “Dan aku telah melihat pada tahun 100 (yang pertama), lelaki dari keluarga Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziiz, dan aku telah melihat pada tahun 100 yang kedua, lelaki dari keluarga Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah Muhammad bin Idriis Asy-Syaafi’iy.”
[Hilyatul Auliyaa’ 9/98]
Al-Imam Abul Qaasim Ibnu ‘Asaakir meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Bakr Al-Bazzaar hingga ‘Abdul Malik Al-Maimuuniy, ia berkata :
كُنْتُ عِنْدَ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ وَجَرَى ذِكْرُ الشَّافِعِيِّ فَرَأَيْتُ أَحْمَدَ يَرْفَعُهُ وَقَالَ: يُرْوَى عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، أَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُقَرِّرُ لَهَا دِينَهَا، فَكَانَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَلَى رَأْسِ الْمِائَةِ، وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ الشَّافِعِيُّ عَلَى رَأْسِ الْمِائَةِ الأُخْرَى
“Aku sedang berada di sisi Ahmad bin Hanbal dan berbincang-bincang menyebutkan Asy-Syaafi’iy, lalu aku melihat Ahmad menyebutkan hadits marfuu’, ia berkata, “Diriwayatkan dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, bahwa Allah akan membangkitkan di setiap awal 100 tahun, seseorang yang akan menentukan perkara agama umat ini dengannya. Maka ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziiz pada 100 tahun pertama, dan aku berharap bahwa Asy-Syaafi’iy pada tahun 100 selanjutnya.”
[Taariikh Dimasyq 51/338]
Dan Ahmad bin Hanbal berkata :
إن الله يقيض للناس في رأس كل مئة من يعلمهم السنن وينفي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم الكذب قال فنظرنا فإذا في رأس المئة عمر بن عبد العزيز وفي رأس المئتين الشافعي
“Sesungguhnya Allah menakdirkan kepada manusia pada setiap awal 100 tahun, seseorang yang akan mengajarkan kepada mereka sunnah-sunnah dan menyingkirkan kedustaan dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Maka kami melihat pada awal 100 tahun (yang pertama) adalah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziiz dan pada awal 100 tahun yang kedua adalah Asy-Syaafi’iy.”
[Siyaru A’laam An-Nubalaa’ 10/5-46]
Al-Imam Taajuddiin ‘Abdul Wahhaab bin ‘Aliy bin ‘Abdil Kaafiy As-Subkiy berkata dalam Thabaqaatusy Syaafi’iyyah Al-Kubraa 1/200 :
وهذا ثابت عن الإمام أحمد
“Atsar ini telah tetap (tsabt) dari Al-Imam Ahmad.”
Demikian yang bisa kami tuliskan. Lebih dan kurangnya kami mohon maaf.
Wallaahu a’lam.
Tangerang/Ahad, 29 Rabii’ul Akhir 1435 H
Al-Faqiir Ilallaah, Abu Ahmad Tommi Marsetio –wafaqahullah-
No comments
Post a Comment