بسم الله الرحمن الرحيم
Perayaan Hari Ulang Tahun Israel di Puncak 14 Mei lalu mencuatkan lagi isu Yahudi di Indonesia. Diakui maupun tidak, memang ada komunitas Yahudi di Indonesia.
Hal ini dibenarkan oleh Theo Kamsma, pengarang buku The Jewish Diasporaspace in The Straits.
Tahun lalu, muncul berita mengenai pembangunan Menorah, yaitu simbol suci Yahudi, di Menado. Seiring dengan itu, komunitas Yahudi semakin sering disebut-sebut. "Belakangan ini terjadi kebangkitkan kembali keyahudian terutama di wilayah Kristen di Minahasa, Menado dan sekitarnya. Di sana juga dibangun Menorah," kata Kamsma.
Menurut dia, kelompok Yahudi di Manado adalah anak cucu orang-orang Yahudi yang berdiam di sana. Mereka menemukan kembali akar yahudi mereka. "Mereka mendirikan sinagoga dan mendalami kepercayaan Yahudi."
Kamsma menduga, kaum Yahudi di Indonesia mendapat angin saat kepemimpinan Presiden GUS DUR. Ketika itu, ia mengklaim, pintu masuk bagi Yahudi 'dibuka' lebar di Indonesia. Ia lantas membandingkan 'kebangkitan' Yahudi Indonesia dengan masyarakat Cina.
"Masyarakat Cina saat itu menuntut agar kepercayaan dan keyakinan mereka diterima. Demikian pula dengan masyarakat Yahudi," klaim Kamsma.
Harian bergengsi AS, The New York Times, pernah menurunkan satu tulisan mengenai komunitas Yahudi di Indonesia ini pada 22 November 2010. Artikel itu berjudul 'In Part of Indonesia, Judaism is Embraced'. Berikut cuplikan artikel tersebut.
Sebuah menorah setinggi 62 kaki, mungkin yang tertinggi di dunia, berdiri di punggung bukit. Lambang Yahudi itu bisa dilihat dengan jelas dari kota di bawahnya. Pendirian menorah pun mendapat restu dari pemerintah lokal.
Menurut dia, kelompok Yahudi di Manado adalah anak cucu orang-orang Yahudi yang berdiam di sana. Mereka menemukan kembali akar yahudi mereka. "Mereka mendirikan sinagoga dan mendalami kepercayaan Yahudi."
Kamsma menduga, kaum Yahudi di Indonesia mendapat angin saat kepemimpinan Presiden GUS DUR. Ketika itu, ia mengklaim, pintu masuk bagi Yahudi 'dibuka' lebar di Indonesia. Ia lantas membandingkan 'kebangkitan' Yahudi Indonesia dengan masyarakat Cina.
"Masyarakat Cina saat itu menuntut agar kepercayaan dan keyakinan mereka diterima. Demikian pula dengan masyarakat Yahudi," klaim Kamsma.
Harian bergengsi AS, The New York Times, pernah menurunkan satu tulisan mengenai komunitas Yahudi di Indonesia ini pada 22 November 2010. Artikel itu berjudul 'In Part of Indonesia, Judaism is Embraced'. Berikut cuplikan artikel tersebut.
Sebuah menorah setinggi 62 kaki, mungkin yang tertinggi di dunia, berdiri di punggung bukit. Lambang Yahudi itu bisa dilihat dengan jelas dari kota di bawahnya. Pendirian menorah pun mendapat restu dari pemerintah lokal.
Di bawah menorah, sebuah stiker bendera Israel menempel di motor ojek. Di dekat motor itu berdiri sinagog yang berusia enam tahun. Inilah salah satu sudut kota di dekat kota Manado yang lekat dengan komunitas Yahudi.
Manado terkenal sebagai daerah mayoritas kristen. Salah satu yang paling kental di Indonesia. Namun setahun terakhir, muncul sentimen pro Yahudi di sana.
Sejumlah keturunan Yahudi berdarah Belanda (10 orang), akhirnya mau terang-terangan mengakui mereka Yahudi. Mereka juga menjalankan ritual keagamaannya. Pengakuan ini cukup mengejutkan, karena umumnya kaum Yahudi Indonesia kerap mengaku sebagai pemeluk Kristen.
"Kami meminta anak kami agar merahasiakan asal usul Yahudi kami," kata Leo van Beugen (70) warga Manado penganut Yahudi. Oral Bollegraf (50) menambahkan dia dan keluarganya tidak pernah terang-terangan mengaku Yahudi. Namun warga sekitar mereka sudah tahu kalau keluarga Oral keturunan Yahudi.
Kelompok kecil yang berani terang-terangan mengaku Yahudi itu mengaku baru mempelajari judaisme. Karena ketiadaan pengajar Judaisme, jadilah mereka belajar melalui internet. Ada lelucon soal hal ini yang sering mereka lontarkan. "Kami belajar Judaisme dari Rabbi Google."
Kitab Taurat mereka unduh dari internet dan mereka cetak. Mereka juga belajar ritual keagamaan dari YouTube. "Kami hanya berusaha menjadi Yahudi yang baik dan benar," kata Toar Palilingan (27).
Toar mengenakan jubah dan topi hitam lebar, layaknya Yahudi ortodoks. "Kalau dibandingkan dengan Yahudi di Jerusalem atau di Brooklyn, kami belum sampai ke sana," kata Toar yang nama Yahudinya Yaakov Baruch.
Toar berusaha menerapkan keyahudiannya dengan ketat. Ia kerap mengenakan pakaian ala Yahudi, jas putih hitam di Manado maupun di Jakarta. Lucunya, ia katakan, warga Indonesia tidak mengenal pakaian ala Yahudi ini. "Mereka kira saya orang Iran atau orang asing dari mana begitu. Malah saya sempat berpapasan dengan kelompok unjuk rasa, mereka mengucapkan salam pada saya," kata Toar.
Dari pemaparan diatas kita bisa menarik kesimpulan jika berkembangnya komunitas Yahudi diatas adalah berkat Jasa Bapak Pluralisme Indonesia Yang juga pernah mendirikan The Wahid Institut.
Jadi..........sadarilah, jangan pernah memboikot Yahudi, jangan pernah membenci yahudi, jangan pernah menolak yahudi, jangan pernah mengatakan Yahudi tak bermoral, jika dalam hati anda masih menyimpan sedikit kekaguman terhadap PLURALISME, apalagi Bapak Pendirinya.....??Karena simpul DARAH anda yang akan bersaksi kelak
No comments
Post a Comment